Jam menunjukan pukul 16.45, waktu yang selalu kupergunakan untuk
menunggu sesorang. Orang yang selalu rutin datang ke rumah di sore hari.
“Cha Echa...,” terdengar suara seseorang yang
memanggilku dari luar pagar. Nah, itu dia orang yang kutunggu. Dengan segera,
aku keluar menuju sumber suara tadi.
“Oh, iya Fi.. Ayo,” ucapku dengan senang hati.
Ya, namanya Alfi. Perempuan berjilbab yang
sebaya denganku ini adalah sahabatku sejak kelas 4 SD. Rumahku dengan rumah
Alfi hanya berjarak beberapa meter saja dan masih satu blok di kompeks
perumahaan kami. Aku masih ingat saat aku baru pindah rumah, Alfi datang ke
rumahku untuk mengajakku berkenalan. Dari situlah kami memulai hubungan
pertemanan kami. Hingga saat ini, kami masih berteman, bahkan bisa dikatakan
lebih dari teman, dengan kata lain yaitu sebagai sahabat. Aku dan Alfi memiliki
beberapa kesamaan yang bisa membuat kami semakin dekat atau bahkan hal itu bisa
menjadi suatu kelucuan bagh kami. Disaat aku sedih Alfi selalu menghiburku,
begitupun sebaliknya. Kami selalu berusaha untuk saling menghibur satu sama
lain disaat salah satu diantara kami ada yang bersedih atau ada suatu masalah.
Biasanya saat sore seperti ini, kami selalu
pergi ke suatu tempat yang hanya berjarak beberapa meter dari rumahku untuk
berbagi cerita atau sekedar curhat.
“enaknya kemana nih?,” tanyaku seraya berjalan
di samping Alfi.
“ke Pos aja,” jawabnya singkat.
Sambil berjalan ke tempat tujuan, aku bercerita
pada Alfi tentang apa yang kualami saat di sekolah tadi. Tentunya aku bercerita
agar suasana menjadi ramai dan aku ingin mendengar kecerewetan Alfi saat ia
menanggapi ceritaku.
“Eh, Fi, tadi waktu aku di sekolah, ada guruku
yang menguap berkali-kali,”
“Hahaha.. Seru tuh. Terus ?” tanyanya
penasaran.
“terus aku sama temen sebangkuku iseng ngitung
berapa kali dia nguapnya. Wihh gila ! Selama aku sama temenku ngitung, dia udah
nguap kira-kira 8 kali. Padahal itu pas aku ngitungnya belum ada 2 menit,”
ceritaku menggebu-gebu agar Alfi bisa merasakan yang kurasakan saat itu.
“Waahahahaha... Hati-hati kesedot nanti Cha.
Pas orangnya nguap, kamu langsung kesedot terus masuk ke mulutnya. Hahahaha,”
Tawa Alfi meledak seketika.
“Hahahaha iya bener banget tuh. Malah temenku
tadi gak bisa berhenti ketawa. Hahahaha,”
“Waaahahaha. Mungkin gurumu itu semalem melekan
jadi pas siangnya dia ngantuk dan nguapnya gak berhenti-berhenti. Hahahaha,”
“huahahaha iya mungkin,”
Tak terasa, kami sampai di tempat tujuan. Walau
hanya ada sebuah kursi panjang dan beberapa tanaman yang menghiasi tempat itu,
tapi kami sangat senang berada di sana untuk bercerita atau berfoto.
“Cha, aku pinjem Hpmu,” pinta Alfi
“Buat apa ?” tanyaku
“Buat Facebook-an,”
“Nih..” ucapku sambil memberikan HPku padanya.
“Aku keluarin FB mu ya ?”
“Iya. Kamu mau ngapain sih ?”
“Aku mau buat status yang isinya lagunya Avanged
yang So Far Away,”
“Ohh gitu,”
“Tapi sialnya, aku nggak tau lirik lagunya.
Hehehehe,” kata Alfi sambil cengengesan.
“Glodak ! Betapa malangnya nasibmu nak..”
ucapku sambil menepuk-nepuk pundaknya seperti orang tua yang menasehati orang
yang lebih muda.
“Iya nek..” ujarnya sambil mewek-mewek gak
jelas gitu.
“Wahahaha,” akupun tertawa merasakan kegilaan
kami berdua.
“Hahah, kamu tau liriknya kan ?”
“Ya tau
lah. Aku gitu loh” kataku sambil mengangkat kerah bajuku.
“Gimana liriknya ? Kamu yang ngomong, aku yang
ngetik. Oke ?”
“Oke bos ! Kamu ketik ya.. Pertama, never
feared for anything. ”
“Hah ? Gimana ? Never apa ??”
“Never feared, Fi. F-E-A-R-E-D,” ucapku
mengeja apa yang kukatakan tadi.
“Terus ? For anything ya ?” tanyanya
lagi.
“Iya non,” lama-lama aku gemas dengannya yang
kebanyakan tanya.
“Aduhh, Cha.. Ini kok susah banget sih kalo
ngetik di HP-mu,” Alfi geregetan dengan HP-ku.
“Hahaha.. Yaiyalah, kamu kan gak terbiasa,”
“Terus lanjutan liriknya gimana lagi ?”
“Terus never shamed but never free,”
ucapku pelan-pelan sambil menunggunya selesai mengetik kata demi kata yang kuucapkan.
“Nah, begini aja deh. Sekarang tinggal di
kirim.” Kata Alfi dengan nada gembira.
“Hhmmm” aku pun hanya bisa menghela nafas jika
melihat tingkah laku soulmate-ku yang satu ini. Setelah Alfi selesai mengeklik tombol send
yang ada di facebook, loading pun mulai berjalan. Beberapa detik
kemudian, halaman yang ada di layar HP berubah dan saat itu pula raut wajah
Alfi juga berubah seketika.
“Lho ? Kok jadi begini sih ?” Alfi terkejut
dengan apa yang ada di layar Hpku itu.
“Kenapa sih Fi ?” aku pun penasaran dengan
Alfi.
“Ini loh. Kok jadi mebder feared for
anything?” tanya Alfi dengan wajah kebingungan.
“Hah ? Wahahahaha” aku hanya bisa tertawa.
“Ya ampun ! Aku salah ketik,” Alfi heboha
sendiri dengan apa yang telah ia lakukan.
“Jiah baru nyadar. Hahahaha. Kok bisa sih ? Never
jadi mebder ? Hahahaha.”
“Aduhh.. Gimana nih ? Nanti kalo udah ada yang
baca gimana dong ? Aduh malu aku.. Tuh kan bener, udah ada 4 orang yang nge-like.”
“Ya udah hapus aja statusmu yang itu. Terus
buat lagi yang baru. Gitu aja repot. Hahahaha”
“Aduh ! Tapi ini loadingnya kok lama
banget sih ?” keluhnya.
“Hhahahaha. Hari sialmu, Fi,” ucapku sambil
menjulurkan lidah.
“Huh.. Ini gara-gara Hpmu nih. Coba aja kalo
ngetiknya gak susah, pasti aku gak akan salah ketik ,” protesnya sambil
mengutak-atik Hpku agar statusnya yang salah itu bisa cepat diganti.
“Lho kok jadi nyalahin Hpku sih ? Ini HP suci
tak berdosa Fi.. Hahahah,”
“Nahh... Akhirnya bisa juga,” ucapnya dengan
sumringah setelah statusnya bisa diperbaiki.
“Hahaha.. Mebder ?! Haahaha” ledekku.
“He.. Jangan gitu donk Cha ! Aku malu nih..”
“Hahaha,”
“Eh tapi ngomong-ngomong, tadi yang ngelike
siapa ya ? Semoga aja dia gak kenal sama aku,”
“Gak Aminn.. Hahaha,” ledekku lagi.
“Aduh Cha.. udah donk ketawanya. Gak lucu tau
!” kali ini Alfi cemberut 5cm karena tingkahku.
“Lha kamu sendiri yang buat aku ketawa,”
“Hahahaha,” Alfi akhirnya ikut tertawa juga.
“Lho ? Ketawa ? Gak genah..Hahha”
“Hhahaha. Biarin donk !”
Tak terasa adzan
maghrib mulai berkumandang. Aku dan Alfi pun bergegas untuk segera kembali ke
rumah.
“Cha, udah mau
adzan nih. Pulang yuk. Ntar aku dicariin Ibuku,” kata Alfi sembari
mengembalikan HP milikku.
“Ya udah ayo,”
***
Saat baru sampai
di rumah, entah mengapa aku memikirkan hal yang tadi aku lakukan dengan Alfi.
Aku heran, mengapa setiap kali setelah aku bermain dengan Alfi, rasanya aku
sangat gembira dan masalah yang kumiliki seakan langsung hilang. Tapi apa yang
kurasakan ini juga dialami oleh Alfi ? Semoga saja iya.
Aku
mengingat-ingat kembali, saat dulu kami masih kecil, biasanya kami bermain
bersama. Contohnya bermain bekel, main sepeda, petak umpet, engklek, kadang
kami juga bermain sepak bola dengan teman-teman kami yang lainnya. Tentunya,
aku sangat merindukan hal itu. Andai aku bisa kembali ke masa kecilku saat
itu...Aku juga masih ingat, saat salah satu diantara kami ada yang ulang tahun,
kami selalu memberi kejutan. Dulu, aku pernah diberi kado oleh Alfi, kado yang
berupa tas berwarna merah yang sampai saat ini masih kusimpan. Aku juga pernah
saat ultahku dulu, aku disirami tepung dan air oleh teman-temanku di rumah.
Tentunya Alfi lah yang memiliki ide jail tersebut. Aku dan Alfi pernah membuat
suatu geng yang bernama Areval. Nama itu diambil dari nama perumahan kami,
Valensia. Areval merupakan suatu singkatan dari Arek Valensi. Anggota
dari geng Areval hanyalah sekumpulan anak-anak yang kira-kira berumur 11-12
tahun, termasuk aku dan Alfi. Sebenarnya geng ini bukan hal-hal yang negatif,
tapi hanya untuk sekedar bermain-main ala anak SD saja, karena memang saat itu
kami semua masih duduk di bangku SD. Dulu saat bulan Ramadhan, kami pernah buka
puasa bersama di depan rumahku. Walau hanya beralaskan koran, tetapi
kebersamaan yang ada didalamnya sangat luar biasa. Waktu itu, disana juga ada
teman-temanku yang lain. Kami juga melakukan sholat berjamaah disana. Jadi pada
saat itu, keadaan kami semua hampir menyerupai di pengungsian. Jujur, aku
sangat senang memiliki sahabat seperti Alfi. Sahabat yang selalu menemaniku mulai dari kelas 4 SD sampai
sekarang.
***
Keesokan harinya,
tepatnya diwaktu yang seperti biasanya yaitu di sore hari, Alfi kembali datang
ke rumahku. Tapi kali ini ada yang berbeda darinya. Wajahnya pun tidak seperti
biasanya, ia kelihatan ada suatu masalah. Saat aku hendak bertanya mengapa
mukanya kusut, tapi malah keduluan sama dia.
“Cha L,” kata Alfi.
“kamu kenapa Fi ?”
“cha, aku sebentar
lagi mau pindah rumah,” kata Alfi dengan raut wajah yang sedih.
“Hah ? Kapan Fi ?
Masih lama kan ?” aku terkejut dengan apa yang Alfi katakan barusan.
“Minggu depan
Cha,”
“Lhoo Fi.. Tapi
kamu nanti balik kesini lagi kan ?” tanyaku
“Ya enggak lah
Cha. Aku ya disana terus. Kata Ibuku rumah yang disini mau dijual,”
“Yahh.. Jahat kamu
Fi. Berarti setelah kamu pindah, aku gak punya temen donk ?”
“Ya maaf Cha. Ini
udah keputusannya orangtuaku. Tapi kamu tenang aja, selama rumahku belum laku,
aku nanti bakal sering-sering kesini kok,” kata Alfi sedikit menenangkanku.
“Tapi meskipun
gitu, berarti kita gak setiap hari ketemu L” ucapku sedih.
Jujur, aku sangat kaget dengan pernyataan Alfi jika dia akan pindah rumah.
“Ya iyalah Cha.
Nanti kalo aku udah pindah, aku nitip pesen ya ke Aldo, Akbar, Dina, Ines, dan
temen-temen yang lain. Bilangin ke mereka, aku minta maaf kalo selama ini aku
punya salah sama mereka,” kali ini suara Alfi terdengar parau, sepertinya ia
sedang menahan tangisnya.
“Iya Fi. Udah ah,
jangan bahas itu. Mending sekarang kita foto-foto yuk,” ajakku bermaksud untuk
menghiburnya.
“Ya udah ayo. Pake
Hpmu aja ya ?”
Kami berfoto-foto
di depan rumahku. Saking serunya, kami sampai tidak terasa kalau hari sudah
semakin sore dan adzan maghrib pun mulai berkumandang. Segeralah kami pulang
kerumah masing-masing. Saat di rumah, aku sangat sedih karena sebentar lagi aku
akan kehilangan salah seorang sahabat karibku yang sangat kusayangi. Aku selalu
kepikiran Alfi, aku tidak pernah menyangka bahwa Alfi akan pindah rumah. Kukira
selama ini aku akan selalu dekat dengan Alfi, tapi apa yang kuharapkan tidak
seperti kenyataan. Jujur, aku sangat sedih dan kecewa.
***
Hari-hari begitu
cepat berlalu. Tak terasa, hari yang sama sekali tidak aku harapkan datang,
tepatnya hari Jumat. Seperti biasa, sore harinya aku menemui Alfi, tapi kali
ini aku yangdatang kerumahnya. Saat aku sudah di depan pagar rumanya, aku
melihat tidak ada tanda-tanda bahwa keluarga Alfi akan pindah rumah.
Barang-barang yang ada di teras rumahnya masih tertata rapi, padahal menurut
cerita Alfi, ia akan pindah rumah besok. Tanpa pikir panjang, lalu aku
memanggil Alfi agar dia keluar dari rumahnya.
“Fi Alfi..” aku
sedikit mengeraskan suaraku. Beberapa detik kemudian Alfi keluar.
“Ayo keluar Fi”
ajakku.
“Ayo. Kemana ?”
“Ke depan rumahku
aja,”
“Ya udah yuk,”
Sejenak kami
terdiam dalam keheningan. Tidak ada salah satu dari kami yang memulai pembicaraan.
Aku sangat merasakan perbedaan didiri Alfi saat ini. Ia lebih tidak banyak
bicara, sangat berbeda dengan biasanya. Aku bingung harus memulai pembicaraan
darimana, mungkin yang kurasakan saat ini sama seperti yang dirasakan oleh
Alfi. Tapi itu tidak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian, Alfi mulai
berbicara.
“Cha, foto yuk,”
ajaknya. “Nanti dimasukin ke facebook, terus dibuat kenang-kenangan,”
lanjutnya.
“Ayo,”
Kami berfoto-foto
lagi kali ini. Tapi saat itu ada yang memfotokan, yaitu adiknya Alfi. Jadi kami
tidak perlu repot-repot memegangi HP sambil bergaya karena sudah ada yang
memfotokan. Aku dan Alfi pun mulai bergaya-gaya saat difoto. Kami bergaya
sangat narsis. Hahahaha.. tak apalah, itung-itung buat melepas penat yang ada
dipikiran kami yang sebentar lagi berpisah. Tapi ada satu hal yang ingin aku
tanyakan dengan Alfi.
“Fi, kamu besok
pindahnya jam berapa ?” tanyaku.
“Kayaknya sih
malem,”
“berarti besok
kita masih bisa ketemu donk ?”
“InsyaAllah bisa,”
“Yes... berarti
masih bisa narsis-narsisan lagi donk ?”
“Hahahaha..
iya,”tawa Alfi yang baru kudengar hari ini. Suara adzan maghrib mulai
terdengar. Pertanda kami harus kembali ke rumah masing-masing.
***
Keesokan
harinya, saat disekolah, aku menerima sebuah pesan singkat dari Alfi. Pesan itu
berisi bahwa Alfi saat itu sudah pindah rumah. Di pesan itu Alfi juga
menyampaikan bahwa sekarang ia bolos sekolah karena pada saat itu juga ia akan
pindah rumah. Padahal kemarin ia berkata kalau ia pindah rumahnya saat malam
hari. Tapi kali ini dia bilang kalau siang ini juga ia pindahnya. Aku
sebenarnya sedikit tidak percaya dengan Alfi, karena Alfi yang kukenal selama
ini selalu ada saja ide jail yang ia miliki untuk mengerjaiku. Segeralah ku
balas SMS itu.
Fi, yang bener tuh yang mana sih ? katamu
kemarin kamu pindahnya malem, tapi sekarang kamu bilangnya siang ini. Gimana
sih kamu ?
Beberapa
menit kemudian, Alfi membalasnya, “Maaf cha, aku gak bohong, ini aku udah
dirumahku yang baru”
Aku
bingung mau membalas apa, akhirnya SMS Alfi itu tidak kubalas karena saking
kagetnya diriku. Lalu aku kembali konsentrasi ke pelajaranku.
Sore
harinya, aku menunggu Alfi datang kerumahku. Tapi itu sia-sia karena Alfi sudah
benar-benar pindah rumah. Akhirnya, aku mengSMSnya, “Alfi... L”. Tak lama, Alfi pun membalasnya,”Apa
Cha ?”. Kemudian aku dan Alfi SMS-an. Aku berkata kepadanya, kalau sudah
sehari saja aku tidak bertemu dengannya aku sudah kangen, apalagi seterusnya.
Tapi Alfi berusaha menenangkanku, dia bilang bahwa dia pasti akan sering
bermain ke rumahku meskipun tidak setiap hari. Mataku mulai berkaca-kaca.
Sungguh, aku sangat sedih dengan kepergian Alfi. Aku sangat kehilangan sosok
yang sangat bisa mengerti keadaanku. Selama ini, apa yang kualami, entah itu
senang, sedih, marah, apapun itu, aku selalu bercerita pada Alfi. Aku juga
tidak tahu, mengapa aku bisa sedekat itu dengan Alfi, mengapa aku selalu
terbuka dengan Alfi, mengapa tidak ke teman-temanku yang lainnya, padahal
temanku juga bukan Alfi saja.
Ritual
SMS-anku dengan Alfi masih belum berhenti. Sekarang, aku dan Alfi membahas
tentang apa saja yang pernah kita lakukan dulu. Alfi mengingatkanku kalau dulu
waktu kita masih SD, kita pernah berboncengan sepeda lalu kita jatuh di sebuah
selokan di dekat rumah, kemudian Alfi marah-marah padaku karena dia menuduh aku
sengaja melalukan itu. Aku makin terharu dengan cerita Alfi itu. Tak terasa, di
pipiku telah mengalir butiran-butiran air dari mataku. Ya, aku menangis. Aku
tak bisa menahan rasa sedihku saat itu. Semua memori yang pernah aku alami dengan
Alfi dan teman-teman dirumahku yang lain, pasti tidak akan pernah aku lupakan.
***
Hari
demi hari telah berlalu, tidak terasa sudah 7 bulan aku sudah tidak bertemu
dengan Alfi. Aku dan Alfi juga sudah jarang SMS-an. Sebenarnya, aku sangat
merindukannya, merindukan sosok yang ceria, yang selalu memberiku semangat saat
aku memiliki suatu masalah, dan yang selalu bisa mengerti keadaanku. Mungkin
Alfi sedang sibuk, pasti dia sudah memiliki kehidupan yang berbeda dengan
kehhidupan yang pernah ia lalui saat di rumahnya yang dulu jadi mungkin Alfi
tidak sempat datang kerumahku atau hanya sekedar mengirimku SMS. Aku bisa
memaklumi dan memahami hal itu. Aku tidak akan pernah melupakan seorang sahabat
yang pernah hadir di kehidupanku ini. Meskipun aku dan Alfi sudah tidak
bertemu, tetapi aku akan selalu menganggapnya sebagai sahabatku. Sekarang aku
menyadari, bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan. J
----------------------------------------------------SELESAI------------------------------------------------
0 komentar:
Posting Komentar