Pages

Sampai Ku Menutup Mata


Detik nanti tepat aku berusia 18 tahun. Usia yang menurutku adalah masa yang paling kejam. Pahit. Itu yg kurasakan. Aku sendiri bersama sebatang lilin dalam gelapnya hidup ku, tak ada yang menemaniku. Sepi. Ku pandangi lelehan lilin yang mengalir itu. Aku di sini bersama pesakitanku, aku sebatang kara, penyakit telah membwa sejuta kebahagiaan dari gadis malang sepertiku. Berat. Hanya sepercik harapan di hari jadiku yg ke 18. Hanya itu.
Mungkin malaikat itu berbaik hati, sedikit memberikan aku waktu hingga takdir mengakhiri usiaku .Sebentar lagi. Tak jelas arah jalan ceritaku, dari tadi hanya ku tunjukkan bahwa saat ini jiwaku telah sekarat. Perlu ku sampaikan, ada satu nama yg membuatku bertahan hingga detik ini, dan membuat malaikat yg menunggu ku di sampingku sabar menantiku. Untuk siap.
Dia mungkin harapan terakhirku, dan aku sadar cerita ini hanyalah sad ending. Menyedihkan. Dia mungkin di sana tak tau apa-apa. Aku tak menyalahkannya, tak akan pernah! Dia sempurna bagiku, aku tak akan pernah tega dan rela bila ada yg menyalahkannya sedikit saja.
Ramdan, maafkan aku yg selama ini hanya bisa menangisi kerinduanku. Hanya itu. 10 tahun aku mengagumimu, 10 tahun pula ku habiskan air mataku hanya untuk menangisimu.
Bahkan di hari ini, dingin, sendiri, sepi, di ruang yg begitu sunyi. Aku tak bisa meneteskan air mataku lagi. Tak sanggup.

 240 detik lagi,
Ku langkahkan tangan rapuhku yang dingin mengambil sebuah foto anak lelaki. Yang aku yakin senyumnya akan membuat ku sedikit lebih baik.

"Ramdan, aku lelah", kataku sambil memandang foto yg kusam itu ngilu.
 "Ramdan, tentara surga udah nunggu aku, kamu gak mau ngucapin selamat tinggal?". Memandang foto itu kosong.
Aku ingat lilinku, tinggal beberapa waktu lagi. Secepat itukah?
  "ehm, Dan? Aku mau nyanyi deh, liat tuh lilinnya udah mau abis, ntar keburu akunya pergi, uhukk uhukk!"
200 detik lagi

Darah! Ya tuhan, bentaran dikit kek!?
"Dan, kayaknya gak kuat nyanyi banyak – banyak deh, hhe, maafin yah?" kataku masih memandangi foto itu. Senyum itu menguatkan aku.
Aku sadar, sebagian suaraku mungkin sudah mengiringi perlahan ajal yang ingin bawa aku pergi.
Hidup begitu singkat. tak tau kapan takdir itu menghakimi aku nantinya.
Aku mencoba tetap tersenyum, meskipun senyum itu hanya aku tunjukkan pada foto bisu yang kusam itu.
Aku tak ingin menangis untuknya, saat ini. Di hari terakhirku.

"aku tak punya apa-apa, Ramdan"
Aku hanya punya doa terakhir, dan harapan yang terakhir, batinku.
Bahkan untuk sekedar mengucap kata terakhir pun aku tak sanggup, bibirku terasa kelu, Ya Tuhan kuatkan aku, aku mohon.
 Aku tak bisa munafik, sok kuat, sok tegar !!!
Namun pantaskah aku yang sekarang ini, memberikan setiaku yang terakhir dengan air mata, walau hanya sad ending, namun aku ingin tunjukkan, aku bukanlah seorang pengagum yang hanya bisa menangis, sudah terlalu lama aku menangis.
145 detik lagi
Lilin itu semakin habis, seperti nafasku.
Aku khawatir bila sinar lilin yang semakin redup itu tak mampu memberi cahaya untuk aku memandang foto Ramdan.
Ku dekati lilin itu. Dingin. Masih terlihat senyum itu, aku lega. Meski cahaya remang yang bantu penglihatanku.

 embun dipagi buta                                                                                                                                    menebarkan bau basah                                                                                                                            detik demi detik ku hitung                                                                                                                      inikah saat ku pergi...

135 detik lagi
Aku menyalahi lagu itu, malam tak mungkin menghadirkan embun. Ramdan, aku masih tak percaya sebentar lagi aku akan pergi.
 oh tuhan ku cinta dia 
 berikanlah aku hidup 
  tak kan ku sakiti dia                                                                                                                         hukum aku bila terjadi........

125 detik lagi
Aku mengenang saat aku berteriak, kagum, menggigit bantalku, bingung sms, terlonjak bangga, sambil aku teriak satu nama, "yyyeee,, lihatlah, dialah sahabatku, hebatkan dia,,Ramdan !!!" Senyum terus terkembang di bibirku, ku katakan pada semua orang, kebahagiaan terbesarku adalah Ramdan.
Kenangan manis itu kini terasa pahit dan muram bila aku ingat dengan keadaan ku yang sekarang ini.
 Aku tak kan menangis, aku tak ingin riak kecil di mataku ini tumpah, ayolah, ..jangan cengeng!!

75 detiklagi
 aku tak mudah untuk mencintai
aku tak mudah mengaku ku cinta                                                                                             
aku tak mudah mengatakan                    
 aku jatuh cinta...


aku mengingat dulu, aku sering mengubah syair lagu yang menggambarkan perasaanku pada Ramdan, pujaan hatiku. Aku ingin melakukannya lagi untuk yang terakhir kali.
Ternyata malaikat tak sabar lagi, menggenggam tangan dinginku menuju peradaban yang muram. Tanpa senyum.
Entah aku dapat kekuatan dari mana, hingga aku sanggup menyelesaikan satu lagu. Terakhir untuk pujaan hatiku. Ya, itu yang terakhir. Sakit rasanya bila aku harus ingat itu.


 senandungku hanya untuk Ramdan,
tirakatku hanya untuk Ramdan...
tiada dusta, sumpah ku cinta
sampai ku menutup mata.....


 10 detik terakhir

cintaku, sampai ku menutup mata.......

Aku masih ingin bercerita dengan sisa jiwaku, ku lambaikan tangan halus ini pada raga yang tertinggal, melihat raga itu memeluk sebuah foto. Foto yang didekapnya kuat, betapa dia mencintai orang yang di foto itu.
 Lilin, ya, seperti kataku lilin itu kini padam.
Memberi cahaya yang gelap pada insan tak bernyawa yang bersimpuh dingin di sampingnya. Terkulai memamerkan senyum tulusnya, dia fikir senyum itu membalas senyum yang membisu pada foto berbingkai kayu rapuh yang di dekapnya. Inilah kisah hidupku. Menyambung sebuah persahabatan yang tak terputus ruang maupun waktu. Selamat tinggal malaikat ku dan selamat tinggal sahabatku...

_THE END_

0 komentar:

Posting Komentar